f

Senin, 02 Agustus 2010

Pengaruh Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XII IPA SMA Negeri 9 Kota Jambi Tahun Ajaran 2009/2010

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadardan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia (Djamarah, 2005:22). Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa belajar berbagai macam hal. Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan, dan pengetahuan baru.

Menurut Koesoema (2007:312), pendidikan pada hakekatnya adalah proses penyempurnaan diri manusia terus-menerus yang berlangsung dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Penyempurnaan diri manusia ini meliputi tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, membangun ketiga aspek ini secara seimbang dan berkesinambungan adalah nilai pendidikan yang paling tinggi.

Dalam proses pendidikan di sekolah, proses belajar mengajar merupakan kegiatan pokok. Ini berarti berhasil tidaknya tujuan pembelajaran banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik. Menurut Hamalik (2009:27), belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through expriencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, bukan suatu hasil atau tujuan. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan (sikap).

Menurut Alma (2008:78), belajar itu selalu bertujuan merubah dari yang belum bisa menjadi bisa, dari tidak kenal menjadi kenal, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Dalyono (2005:50) juga mengatakan bahwa belajar bertujuan untuk mengubah sikap, dari negatif menjadi positif, tidak hormat menjadi hormat, benci menjadi sayang, dan sebagainya. Tujuan jangka panjang pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan siswa agar ketika sudah meninggalkan sekolah, mereka mampu mengembangkan diri mereka sendiri dan mampu memecahkan masalah yang muncul. Selain itu mereka juga harus mampu mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. Untuk itulah, disamping telah dibekali dengan pengetahuan matematis, sudah seharusnya mereka memiliki kemampuan yang adaptif untuk mengatasi perubahan dengan mengatur sikap ilmiah pada dirinya dan belajar memecahkan masalah sejak dini.

Menurut Purnama (2008:115), orang yang berkecimpung dalam ilmu alamiah akan terbentuk sikap ilmiah yang antara lain ialah jujur, terbuka, toleran, skeptis, optimis, pemberani, dan kreatif. Sikap ilmiah dalam pembelajaran sangat diperlukan oleh siswa karena dapat memotivasi kegiatan belajarnya. Di dalam sikap ilmiah terdapat gambaran bagaimana siswa seharusnya bersikap dalam belajar, menanggapi suatu permasalahan, melaksanakan suatu tugas, dan mengembangkan diri. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi hasil dari kegiatan belajar siswa ke arah yang positif. Melalui penanaman sikap ilmiah dalam belajar siswa memiliki kemungkinan untuk lebih dapat belajar memahami dan menemukan.

Tingkat sikap ilmiah siswa dapat dilihat dari bagaimana mereka memiliki rasa keingintahuan yang sangat tinggi, memahami suatu konsep baru dengan kemampuannya tanpa ada kesulitan, kritis terhadap suatu permasalahan yang perlu dibuktikan kebenarannya, dan mengevaluasi kinerjanya sendiri Hal-hal inilah yang dapat membantu siswa belajar secara ilmiah, terstruktur, dan mandiri.

Pembelajaran matematika memiliki ciri utama menggunakan penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep dalam matematika bersifat konsisten. Penalaran ini digunakan pada pola atau sifat untuk membuat generalisasi, memanipulasi matematika, menyusun bukti, memberikan alasan, dan menarik kesimpulan. Penalaran adalah suatu proses berpikir dalam rangka menarik kesimpulan. Siswa yang mempunyai kemampuan bernalar tinggi tidak akan mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran matematika, sebaliknya siswa yang kemampuan bernalarnya rendah mungkin akan mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran matematika. Untuk itulah dalam pembelajaran matematika diperlukan kemampuan sikap ilmiah siswa yang baik.

Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa sikap-sikap yang termasuk ke dalam sikap ilmiah memiliki kaitan yang erat sekali dengan ciri pembelajaran matematika. Menurut Slameto (2003:188), faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari, dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang di cari individu dalan kehidupan. Kurangnya sikap positif siswa dalam belajar dapat menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa sikap ilmiah sangat mendukung kegiatan belajar siswa ke arah yang positif. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat sikap ilmiah yang dimiliki seorang siswa dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yang dalam hal ini adalah hasil belajar matematikanya.

Seorang siswa yang mandiri akan selalu berusaha mengandalkan diri sendiri semampunya dalam setiap tindakannya dan menghadapi tantangan yang ada. Dia mengetahui dimana letak kekuatan dan kelemahan dirinya. Dia tahu dengan metode atau strategi belajar seperti apa yang paling efektif untuk dirinya dan juga bisa mengatur jadwal yang paling sesuai untuk dirinya. Termasuk di dalam pengelolaan diri adalah kemampuan melakukan evaluasi atas proses yang dilakukannya dan bersikukuh untuk terus menyelesaikan proses belajar yang dijalaninya hingga tuntas. Tentu saja semua hal ini diharapkan dapat dimiliki oleh setiap siswa, terutama khususnya bagi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dimana mereka dituntut untuk berinisiatif sendiri dalam mengelola kegiatan belajarnya, tidak ada lagi istilah pasif dalam mencari ilmu pengetahuan untuk dapat menunjang keberhasilan mereka dalam pembelajaran.

Setelah melakukan observasi di SMA Negeri 9 Kota Jambi melalui wawancara dan pengamatan langsung, didapat data bahwa hasil belajar matematika siswa kelas XII IPA SMA Negeri 9 Kota Jambi sudah sangat baik. Hal itu terlihat dari nilai ujian semester I (lampiran 1) dimana lebih dari 70% siswa tuntas dalam kegiatan belajar dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 60. Dari hasil pengamatan tersebut penulis tertarik melakukan penelitian untuk melihat apakah hasil belajar yang baik itu dipengaruhi oleh tingkat sikap ilmiah siswa yang baik pula dan seberapa besar tingkat sikap ilmiah siswa menentukan keberhasilan siswa dalam belajar.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XII IPA SMA Negeri 9 Kota Jambi Tahun Ajaran 2009/2010”

1.2 Batasan Masalah

Agar penelitian ini terarah dan dapat mencapai sasaran, maka perlu adanya batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar yang didapat dari tes hasil belajar matematika.

2. Tes hasil belajar matematika yang dilakukan yaitu pada materi pokok notasi sigma, barisan bilangan dan deret.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalahnya adalah:

  1. Bagaimanakah tingkat sikap ilmiah yang dimiliki siswa kelas XII IPA SMA Negeri 9 Kota Jambi T.A 2009/2010?
  2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara sikap ilmiah siswa terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XII IPA SMA Negeri 9 Kota Jambi 2009/2010?

1.4 Definisi Operasional Penelitian

Sikap Ilmiah adalah suatu sikap yang dimiliki seseorang untuk bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah. Menurut Purnama (2008:115), seseorang yang memiliki tingkatan sikap ilmiah yang baik adalah orang yang mempunyai sikap jujur, terbuka, toleran, skeptis, optimis, pemberani, dan kreatif.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tingkat Sikap Ilmiah yang dimiliki siswa kelas XII IPA SMP Negeri 9 Kota Jambi T.A 2009/2010.

2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan antara sikap ilmiah siswa dengan hasil belajar matematika siswa kelas XII IPA SMA Negeri 9 Kota Jambi T.A 2009/2010.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi guru khususnya guru bidang studi matematika dalam rangka meningkatkan mutu belajar siswa kelas XII IPA SMA Negeri 9 Kota Jambi.

2. Sebagai informasi tambahan bagi sekolah tentang tingkat sikap ilmiah yang dimiliki siswa kelas XII IPA SMA Negeri 9 Kota Jambi.

3. Dengan diketahuinya tingkat sikap ilmiah siswa dan pengaruhnya terhadap hasil belajar, pihak sekolah dan guru kiranya dapat meningkatkan tingkat sikap ilmiah yang dimiliki siswa sebagai bekal untuk keberhasilan siswa di masa yang akan datang

1.7 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: terdapat pengaruh yang signifikan antara sikap ilmiah siswa terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XII IPA SMA Negeri 9 Kota Jambi.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Pembentukan Sikap

2.1.1 Pengertian Sikap

Menurut Bruno (dalam Dalyono, 2005:216), sikap (attitude) adalah kecendrungan yang realtif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Allfort (dalam Elmubarok, 2008:45) mendefinisikan sikap adalah keadaan siap (predisposisi) yang dipelajari untuk merespon objek tertentu yang secara konsisten mengarah pada arah yang mendukung (favorable) atau menolak (unfavorable). Dimyati dan Mujiono (2009:12), juga mengartikan sikap sebagai kemampuan seseorang untuk menerima atau menolak berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Menurut Assael dan Hawkins dkk (dalam Elmubarok, 2008:46) menyatakan bahwa sikap memiliki beberapa karakteristik, antara lain: arah, intensitas, keluasan, konsistensi, dan spontanitas. Karakteristik dan arah menunjukkan bahwa sikap dapat mengarah pada persetujuan atau tidaknya individu, mendukung atau menolak terhadap objek sikap. Karakteristik intensitas menunjukkan bahwa sikap memiliki derajat kekuatan yang pada setiap individu bias berbeda tingkatannya. Karakteristik keluasan sikap menunjuk pada cakupan luas tidaknya aspek dari objek sikap. Karakteristik spontanitas mengindikasikan sejauh mana kesiapan individu dalam merespon atau menyatakan berbagai sikapnya secara spontan.

Slameto (2003:188) juga mengatakan bahwa sikap merupakan sesuatu yang dipelajari, dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Kemudian Elmubarok (2008:47) menyimpulkan sikap adalah penjelmaan dari paradigma yang pada gilirannya akan melahirkan nilai-nilai yang dianut seseorang. Jadi, dari sikaplah orang bisa menentukan kualitas nilai prilaku seseorang.

Dengan demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu kecendrungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini perwujudaan prilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya kecendrungan-kecendrungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu objek, tata nilai, pristiwa dan lain sebagainya.

2.1.2 Pembentukan Sikap

Menurut Azwar (dalam Elmubarok, 2008:8), faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga keagamaan serta faktor emosi dalam diri seorang individu.

a. Pengalaman pribadi

Middlebrook (dalam Elmubarok, 2008:48) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki seseorang dengan suatu objek psikologis, cendrung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi, karena penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama membekas.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Individu pada umumnya cendrung memiliki sifat yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting yang didorong oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik (Elmubarok, 2008:48).

c. Pengaruh kebudayaan

Burrhus Frederic Skin, seperti yang dikutip Azwar (dalam Elmubarok, 2008:48) sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu daam masyarakat. Kebudayaanlah yang menanamkan pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.

d. Media massa

Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain sebagainya mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Media massa memberikan pesan-pesan sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan koginitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut (Elmubarok, 2008:49)

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam individu. Ajaran moral inilah yang di peroleh dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap (Elmubarok, 2008:49).

f. Faktor emosional

Suatu sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama (Elmubarok, 2008:49).

2.2 Pengertian Sikap Ilmiah

Menurut Purnama (2008:115), sikap ilmiah merupakan sikap yang dibentuk oleh orang yang berkecimpung dalam ilmu alamiah dan bersifat ilmiah. Salah satu aspek tujuan dalam mempelajari ilmu alamiah adalah pembentukan sikap ilmiah. Sikap ilmiah siswa dalam proses pembelajaran matematika sangat di perlukan. Terutama dalam penyelesaian masalah-masalah matematika yang memerlukan pembuktian dan langkah-langkah terstrukur.

Sikap ilmiah yang muncul dari individu disebabkan adanya rangsangan berupa suatu objek. Rangsangan itu menimbulkan respon yang konsisten baik positif/negatif, baik setuju/tidak, baik langsung/tidak, bagi individu yang bersangkutan sehinggga apabila seseorang atau siswa merasa tertarik, memperoleh kesempatan dan memiliki sikap menyukai suatu mata pelajaran maka akan belajar dengan baik. Sikap keilmuan tidak hanya mengekang kecenderungan suatu pribadi tertentu, melainkan menunjukkan kesediaan positif pada perilaku/kecenderungan perseorangan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya sikap ilmiah ini, akan mendukung terbentuknya suatu pengetahuan yang ilmiah.

Menurut Purnama (2008:112), pengetahuan dapat dikatakan ilmiah bila pengetahuan itu memenuhi empat syarat yaitu : objektif, metodik, sistematik, dan berlaku umum.

a. Objektif

Artinya, pengetahuan itu sesuai sesuai dengan objeknya yaitu kesesuaian atau dibuktikan dengan hasil penginderaan atau empiris.

b. Metodik

Artinya, pengetahuan itu diperoleh dengan menggunakan cara-cara tertentu dan terkontrol.

c. Sistematik

Artinya, pengetahuan ilmiah itu tersusun dalam suatu system, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lain saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh.

d. Berlaku umum

Artinya, pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau dapat diamati oleh beberapa orang saja, tetapi semua orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten.

2.3 Komponen-Komponen Sikap Ilmiah

Menurut Purnama (2008:115), Orang yang berkecimpung dalam ilmu alamiah akan terbentuk sikap ilmiah yang antara lain adalah sikap jujur, terbuka, toleran, skeptis, optimis, pemberani, dan kreatif.

2.3.1 Sikap Jujur (Honesty)

Menurut Uno (2008:109), kejujuran merupakan faktor penting untuk diperhatikan dalam mendidik anak. Purnama (2008:116), mengartikan sikap jujur sebagai suatu sikap seseorang yang dalam kesehariannya menilai suatu objek secara objektif.

Begitupun kejujuran siswa kepada diri sendiri dan orang lain dalam menyelesaikan atau mencoba pengalaman yang baru. Melihat sesuatu sebagaimana adanya obyek itu, menjauhkan kepentingan pribadi dan tidak membiarkan kebohongan menguasai pikirannya sendiri. Dengan kata lain mereka dapat mengatakan secara jujur dan menjauhkan kepentingan dirinya sebagai subjek. Hal ini, dapat dilihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi.

Dalam membentuk suatu sikap jujur itu sendiri, diperlukan beberapa hal yang dapat mendukung terciptanya kejujuran, meliputi:

a) Kesadaran Diri

Menurut Uno (2008:77), kesadaran diri yakni kemampuan untuk mengenal dan memilah-milah perasaan, memahami hal yang sedang kita rasakan dan mengapa hal itu kita rasakan, dan mengetahui penyebab munculnya perasaan tersebut, serta pengaruh prilaku kita terhadap orang lain.

b) Penghargaan Diri

Penghargaan diri merupakan kemampuan untuk mengenali kekuatan dan kelemahan kita, dan menghargai diri sendiri meskipun kita memiliki kelemahan (Uno, 2008:78).

c) Objektif

Menurut Arifin (2006:5), objektif merupakan kemampuan menyatakan sesuatu apa adanya, tanpa dibarengi oleh perasaan pribadi.

2.3.2 Sikap Terbuka

Menurut Purnama (2008:116), seseorang dikatakan mempunyai sikap terbuka ialah seseorang yang mempunyai pandangan luas, terbuka, dan bebas dari prasangka. Ia tidak akan meremehkan suatu gagasan baru. Ia akan menghargai setiap gagasan baru dan mengujinya sebelum diterima atau ditolak. Jadi, ia terbuka akan pendapat orang lain dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan baru.

Begitu juga bagi siswa sangat penting untuk memilki sikap terbuka. Terutama sikap anak dalam memahami konsep baru, pengalaman baru, sesuai dengan kemampuannya tanpa ada kesulitan. Biasanya pemahaman ini berlangsung secara bertahap. Bersedia mendengarkan argumen orang lain sekalipun berbeda dengan apa yang diketahuinya. Tidak bosan mengadakan penyelidikan, bersedia mengulangi eksprimen yang hasilnya meragukan dan tidak akan berhenti melakukan kegiatan-kegiatan apabila belum selesai terhadap hal-hal yang ingin diketahuinya ia berusaha bekerja dengan teliti.

Secara garis besar di dalam sikap terbuka terdapat unsur-unsur, seperti :

a) Luwes (Flexibel) yaitu kemampuan untuk menyesuaikan perasaan, pikiran, dan tindakan kita dengan keadaan yang berubah-ubah (Uno,2008:80).

b) Inovasi, yaitu mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi baru. Seseorang dikatakan memiliki inovasi apabila selalu mencari gagasan baru dari berbagai sumber dan menciptakan gagasan sendiri, mendahulukan solusi-solusi yang original dalam pemecahan masalah, serta berani mengubah wawasan dan mengambil resiko akibat pemikiran baru mereka (Goleman, 2005:151).

2.3.3 Sikap Toleran

Sikap toleran yang dimaksud merupakan sikap seorang siswa yang tidak merasa ia yang paling hebat. Bahkan siswa bersedia mengakui orang lain mungkin lebih banyak pengetahuannya, bahwa mungkin pendapatnya yang salah, sedangkan pendapat orang lain yang benar. Siswa akan menerima gagasan orang lain setelah diuji. Dalam hal menambah ilmu siswa bersedia belajar dari orang lain, membandingkan pendapatnya dengan orang lain. Siswa mempunyai tengang rasa atau sikap toleran yang tinggi, jauh dari sikap angkuh.

Secara garis besar di dalam sikap toleran terdapat unsur :

a)Memahami orang lain

Menurut Uno (2008:87), memahami orang lain merupakan kemampuan mengindra perasaan dan prepektif orang lain, serta menunjukkan sikap aktif terhadap kepentingan mereka.

b) Mengembangkan orang lain

Menurut Uno (2008:87), mengembangkan orang lain merupakan kemampuan merasakan kebutuhan perkembangan orang lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.

2.3.4 Sikap Skeptis

Sikap skeptis merupakan sikap mencari kebenaran suatu kesimpulan (Purnama, 2008:117). Siswa akan menyelidiki bukti-bukti yang melatarbelakangi suatu kesimpulan. Siswa tidak akan sinis tetapi kritis untuk memperoleh data yang menjadi dasar suatu kesimpulan itu. Ia tidak akan menerima suatu kesimpulan tanpa didukung bukti-bukti yang kuat.

Sikap skeptis ini terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan dengan materi pelajarannya untuk dibandingkan kelebihan-kekurangannya, kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya, dan sebagainya

Secara garis besar di dalam sikap skeptis terdapat unsur-unsur, seperti :

a) Keingintahuan (Curiosity)

Menurut Arifin (2006:4), sikap ingin tahu diwujudkan diwujudkan dengan bertanya-tanya tentang berbagai hal. Hal ini ditandai dengan tingginya minat siswa. Di sini anak juga sering mencoba pengalaman-pengalaman baru. Apabila menghadapi suatu masalah yang baru dikenalnya, maka ia berusaha untuk mengetahuinya dan senang mengajukan pertanyaan tentang obyek dan peristiwa

b) Sikap Kritis ( Critical Reflection)

Menurut Arifin (2006:5), sikap kritis direalisasikan dengan mencari informasi sebanyak-banyaknya, baik dengan bertanya kepada siapa saja yang diperkirakan mengetahui masalah maupun dengan membaca sebelum menentukan pendapat untuk ditulis. Begitupun sikap kritis pada siswa, dapat terlihat dari kebiasaan anak untuk merenung dan mengkaji kembali kegiatan yang sudah dilakukan. Tidak langsung begitu saja menerima kesimpulan tanpa ada bukti yang kuat, kebiasaan menggunakan bukti-bukti pada waktu menarik kesimpulan, tidak merasa paling benar yang harus diikuti oleh orang lain, dan bersedia mengubah pendapatnya berdasarkan bukti-bukti yang kuat.

2.3.5 Sikap Optimis

Menurut Uno (2008:82), sikap optimis merupakan kemampuan untuk mempertahankan sikap positif yang realistis, terutama dalam menghadapi masa-masa sulit. Dalam pengertian luas, sikap optimis bermakna kemampuan melihat sisi terang kehidupan dan memelihara sikap positif, sekalipun ketika berada dalam kesulitan. Sikap optimis mengasumsikan adanya harapan dalam cara menghadapi kehidupan.

Begitu juga pada siswa sikap optimis yang dimaksud merupakan sikap siswa yang selalu berpengharapan baik dan tidak mudah putus asa. Ia tidak akan berkata bahwa sesuatu tidak dapat dikerjakan tetapi akan mengatakan untuk memikirkan dan mencobanya terlebih dahulu.

Jadi, secara garis besar di dalam sikap optimis terdapat unsur-unsur, seperti :

a) Rasa percaya diri

Menurut Uno (2008:86), percaya diri merupakan keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.

b) Berpikir realistis

Menurut Uno (2008:112), berpikir realistis merupakan kemampuan manusia untuk menerapkan cara berpikir yang berorientasi kepada realita (kenyataan). Dalam hal ini, siswa yang berpikir realistis akan mempunyai suatu karakter tersendiri yaitu dapat menerima kenyataan dan tidak mudah putus asa.

2.3.6 Sikap Pemberani

Menurut Purnama (2008:118), ilmu merupakan hasil usaha keras dan sifatnya personal. Ilmuwan sebagai pencari kebenaran akan berani melawan semua ketidakbenaran, penipuan, kepura-puraan, kemunafikan, dan kebatilan yang menghambat kemajuan. Begitupun proses belajar mengajar siswa sebagai peserta didik wajib memilki sikap berani. Dalam hal ini dapat terlihat dari cara siswa mengambil suatu keputusan berdasarkan pemikiran yang logis dan mempertahankan pendapatnya dengan alasan yang rasional.

2.3.7 Sikap Kreatif

Purnama (2008:119) menyatakan, seseorang dalam mengembangkan ilmunya haruslah bersifat kreatif. Sifat-sifat kreatif menunjukkan kepada kita arah tujuan yang hendak dicapai seseorang dalam menumbuhkan sikap ilmiah pada dirinya. Begitu halnya dalam proses belajar mengajar, siswa sebagai peserta didik haruslah bersifat kreatif dalam mengembangkan ilmunya. Seorang siswa yang mempunyai sikap kreatif dapat terlihat dari bagaimana cara ia menerapkan strategi tersendiri dalam memahami materi pelajaran dan bagaimana siswa tersebut mendesain berbagai cara untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

2.4 Hasil Belajar Matematika

Menurut Slameto (2003:2), berlajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhaan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari kegiatan belajar inilah akan diperoleh hasil belajar.

Hasil belajar ialah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Sehingga dapat dikatakan orang yang belajar akan mengalami perubahan dan memperoleh suatu hasil belajarnya (Bakar, 2000:24).

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar (Abdurrahman, 2003:45). Hasil belajar merupakan akibat yang ditimbulkan dari suatu proses pembelajaran siswa atau sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai implikasi dari kegiatan belajar yang dilakukan.

Prestasi belajar adalah hasil dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan instruksional yang menyangkut isi pelajaran dan perilaku yang diharapkan dari siswa. Sudjana (2006:22), menyatakan bahwa hasil belajar yang telah dicapai siswa dikategorikan menjadi tiga bidang yaitu bidang kognitif, bidang afektif, dan bidang psikomotorik. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar matematikanya atau dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematika adalah perubahan tingkah laku dalam diri siswa, yang diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap dan keterampilan setelah mempelajari matematika. Perubahan tersebut diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Dalam kegiatan belajar, banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil dan prestasi belajar siswa. Menurut Slameto (2003:54), faktor yang mempengaruhi belajar siswa yang sangat mempengaruhi hasil belajar siswa ditentukan oleh:

1. Faktor-faktor yang ada pada siswa (faktor internal), yaitu faktor yang timbul dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti:

a. Taraf intelegensi (tingkat kecerdasan)

b. Bakat khusus

c. Taraf pengetahuan yang dimiliki

d. Taraf kemampuan berbahasa

e. Taraf organisasi kognitif

f. Motivasi

g. Kepribadian

h. Perasaan

i. Sikap

j. Minat

k. Konsep diri

l. Kondisi fisik dan psikis (kesehatan fisik dan mental)

2. Faktor-faktor yang ada pada lingkungan keluarga

a. Cara mendidik orang tua

b. Suasana keluarga

c. Pengertian orang tua

d. Keadaan sosial ekonomi keluarga

e. Latar belakang kebudayaan

3. Faktor-faktor yang ada di lingkungan sekolah

a. Guru: kepribadian guru, sikap guru terhadap siswa, keterampilan didaktik, serta gaya dan metode mengajar.

b. Kurikulum

c. Organisasi sekolah

d. Sistem sosial di sekolah

e. Keadaan fisik sekolah dan fasilitas pendidikan

f. Hubungan sekolah dengan orang tua lokasi sekolah

4. Faktor-faktor pada lingkungan sosial yang lebih luas

a. Keadaan sosial, politik, dan ekonomi

b. Keadaan fisik: cuaca dan iklim

Komponen sikap ilmiah yang dimiliki siswa termasuk kedalam faktor intern dalam hal ini faktor psikologis yang mempengaruhi hasil belajar siswa.

2.6 Kaitan Antara Sikap Ilmiah dengan Hasil Belajar Matematika

Sikap ilmiah dalam pembelajaran sangat diperlukan oleh siswa karena dapat memotivasi kegiatan belajarnya. Di dalam sikap ilmiah terdapat gambaran bagaimana siswa seharusnya bersikap dalam belajar, menanggapi suatu permasalahan, melaksanakan suatu tugas, dan mengembangkan diri. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi hasil dari kegiatan belajar siswa ke arah yang positif. Melalui penanaman sikap ilmiah dalam belajar siswa memiliki kemungkinan untuk lebih dapat belajar memahami dan menemukan. Sikap ilmiah itu sendiri antara lain ialah sikap jujur, terbuka, toleran, skeptis, optimis, pemberani, dan kreatif (Purnama, 2008:115).

Proses pembelajaran sekarang bukanlah pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) melainkan pembelajaran harus berpusat pada siswa (student centered). Perubahan ini diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap, dan perilaku. Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep learning) dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa yang akan berdampak terhadap peningkatan hasil belajar siswa.

Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya bahwa pembelajaran matematika memiliki ciri utama menggunakan penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep dalam matematika bersifat konsisten. Penalaran ini digunakan pada pola atau sifat untuk membuat generalisasi, memanipulasi matematika, menyusun bukti, memberikan alasan, dan menarik kesimpulan. Penalaran adalah suatu proses berpikir dalam rangka menarik kesimpulan. Siswa yang mempunyai kemampuan bernalar tinggi tidak akan mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran matematika, sebaliknya siswa yang kemampuan bernalarnya rendah mungkin akan mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran matematika. Semua yang dibutuhkan dalam pembelajaran matematika itu terdapat dalam komponen sikap ilmiah. Sehingga terlihat jelas kaitan antara sikap ilmiah siswa terhadap hasil belajar matematika.

2.7 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana tingkat sikap ilmiah siswa yang dimiliki siswa dan apakah sikap ilmiah siswa mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti mengggambarkan kerangka penelitian sebagai berikut:

Sikap Ilmiah -------> Hasil Belajar matematika

1 komentar:

Desrianti Sahida on 16 Desember 2013 pukul 14.20 mengatakan...

bang, bisa minta tolong kirimin nama penulis skripsi ini, dan daftar pustakanya kepada saya e-mail desrianti_sahida@yahoo.com. terimakasih

Komentar anda sangat bermanfaat untuk perkembangan blog ini. Jangan lupa adab berkomentar, dan jangan buang waktu untuk spam. Terima Kasih!!!
 

KUMPULAN SKRIPSI Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template